MANUSIA ADALAH KEBEBASAN
(Konsep Filsafat Eksistensialis Jean Paul Sartre dalam
kaitanya dengan
Praktik Politik dan Hukum Indonesia)
A.
Kebebesan
menurut Sartre
Gagasan pokok filsafat Eksistensialis
Sartre adalah eksistensi mendahului esensi; saya ada maka juga saya berpikir.
Melalui gagasan eksistensi mendahului esensi, mau mengungkapkan bahwa
subjektivitas merupakan sesuatu yang orisinal yang bukan sebagai ada-begitu-saja.
Artinya bahwa, Sartre mau menempatkan subjektivitas pada posisi yang utama,
sebagai dasar dan orisinal.
Refleksi filosofis Sartre tentang kebebasan
sebagai kesadaran yang “menidak”. Manusia sendiri adalah kebebasan. Bagi Sartre
pada manusialah eksistensi mendahului esensi, sebab manusia selalu berhadapan
dengan kemungkinan untuk mengatakan tidak. Manusia adalah makhluk, di mana
eksistensi mendahului esensi, sedangkan pada taraf bawah manusiawi, esensi
mendahului eksistensi. Oleh karena itu esensi manusia tidak dapat ditentukan.
Hanya ketiadaan yang dapat memisahkan manusia dengan esensinya. Dengan kata
lain bahwa selama manusia masih hidup, ia akan selalu bebas untuk mengatakan
tidak.
Bebicara soal kebebasan, Sartre
bertitik tolak pada manusia itu sendiri. Menurut Sartre, kebebasan manusia itu
bersifat absolut; kebebasan manusia itu tidak memiliki batas-batas atau
kebebasan mansia itu tidak ada yang memberikan batas-batas, sehingga dengan
kebebasannya, manusia memiliki pilihan untuk menentukan sesuatu, manusia
memiliki keputusan untuk menentukan pilihan dan hidupnya yang akan datang.
Kesadaran yang “menidak” membuat manusia terus menerus bergerak, beraktivitas.
Dengan kata lain, manusia dari dirinya sendiri berusaha mencari dan mencapai
sesuatu yang “belum ada” atau pada saat itu”tidak ada”.
Kebebasan manusia sangat tampak
dalam kecemasan. Menurutnya kecemasan(anxiety) berbeda dengan
ketakutan (fear). Kecemasan tidak memiliki objek sedangkan
ketakutan memiliki salah satu objek, benda-benda dalam dunia. Kecemasan
menyangkut diri saya sendiri sebab eksistensi saya bergantung pada diri saya
sendiri. Kecemasan adalah kesadaran bahwa masa depan saya bergantung pada saya
sendiri juga kecemasan tentang keputusan pada masa lalu. Kerapkali kecemasan
jarang muncul sebab manusia terlalu sibuk bahkan dengan sengaja menyembunyikan
diri dari kecemasan dan melarikan diri dari kebebasan. Melarikan diri dari
kebebasan dan mengubur kecemasan mengandaikan kesadaran bahwa dia bebas.
Kesadaran itu merdeka total, tidak ditentukan dan karenanya bersifat spontan.
Maka sungguh jelas bahwa manusia merupakan makhluk yang bebas sebab makhluk
yang sendiri merupakan prinsip keberadaannya dan yang membangun
hidupnya secara otonom.[6] Oleh
karena itu kita dapat mengerti bahwa manusia pada dasarnya adalah yang makhluk
yang bebas, otonom dan tidak hidup dalam kategori-kategori yang membatasi ruang
geraknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang.
B.
Tanggapan
Kritis atas Pemikiran Sartre tentang Kebebasan
Memang harus diakui kegeniusan seorang
Sartre. Dia tidak melahirkan suatu metode filsafat yang baru, tetapi bertitik
tolak pada fenomenologi dan dari fenomenologi ini sartre dapat menjelaskan apa itu ada. Konsep pemikiran
Sartre yang menekankan keabsolutan kebebasan manusia; bahwa kebebasan manusia
itu tidak memiliki batas, oleh karena itu dengan kebebasannya manusia dapat
mengatur dirinya sendiri, menentukan pilihan dan bahkan menentukan kehidupan yang
akan datang, membawa Sartre jatuh dalam konsep ateisme. Jatuh dalam konsep
ateisme hendak mengatakan bahwa Sartre tidak mengakui adanya Allah. Dengan kata
lain bahwa jika Allah itu ada, tidak mungkin saya bebas. Allah itu adalah
mahatahu akan apa yang yang saya lakukan (sebelum dan sesudahnya), sehingga
Allah itulah yang memberikan hukum dan penilaian terhadap saya. oleh karena itu
konsep mengenai kebebasan adalah tidak ada (karena bertolak pada Allah, dan
bukan pada diri saya sendiri sebagai penentu masa depan dengan segala kebebasan
dan pilihan serta keputusan).
Ada dua sisi yang dapat kita lihat dari
pemikiran Sartre ini tentang kebebasan. Dari segi positif bahwa Sartre
sesungguhnya mencetuskan dan mengangkat serta menegaskan kembali kodrat manusia
yang dibawa sejak lahir. Sartre, dari segi positifnya menempatkan manusia
sebagai makhluk yang memiliki kapasitas yang luar biasa; makhluk yang memiliki
kesadaran dengan segala kebebasan dapat menentukan pilihan hidupnya. Sartre
sesungguhnya secara tidak langsung merangsang kita untuk berpikir kritis
keberadaan hidup kita sebagai manusia. Dia sebenarnya mengajak kita untuk
mengutamakan nilai hidup manusia. Di sisi lain, konsep Sartre mengenai
kebebasan memiliki aspek negatif. Artinya bahwa secara ekstrem menekankan
kebebassan manusia itu adalah absolut dan tidak ada batasannya, maka akan
membawa manusia itu sendiri kepada sikap mengagungkan dirinya sebagai
segala-galanya, sebab, kita tau bahwa manusia itu menjadi pusat dan titik tolak
bagi Sartre untuk menihilkan yang lainnya, termasuk Allah.
0 komentar:
Posting Komentar