Dasar-Dasar Pemikiran Auguste Comte

    Buku Cours de Philosphie Possitive adalah karya Auguste Comte yang paling pokok dan sistematis. Buku ini dikatakan sebagai representasi bentangan aktualisasi yang di dalamnya berisi tentang tiga tahapan perkembangan manusia yakni :

   1.   Tahap Teologis
    Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan  kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada    tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk lain. Tahap Teologis ini dibagi lagi menjadi tiga tahap:

a. Tahap yang paling bersahaja atau primitif, dimana orang menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme).
b.Tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu, dimana seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan adikodrati yang melatarbelakanginya sedemikian rupa hingga tiap tahapan gejala-gejala memiliki dewa sendiri-sendiri (polytheisme).
c. Tahapan tertinggi dimana pada tahap ini orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi (Esa), yaitu dalam monotheisme. Singkatnya, pada tahap ini manusia mengarahkan pandangannya kepada hakekat yang batiniah (sebab pertama). Manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak, artinya di balik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu.

   2.   Tahap Metafisik
  Tahap transisi dari pemikiran Comte, Tahapan ini merupakan varian dari cara berpikir Teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan alam. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu misalnya  terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan dalam konsep alam.

   3.   Tahap Positif
      Tahap positif dimana orang menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan  yang terdapat pada fakta-fakta yang disajikan, yaitu dengan pengamatan dan dengan memakai akalnya. Tujuan tertinggi dari tahap positif adalah menyusun dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang umum.
    Bagi Comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang ilmu pengetahuan. Comte menerangkan bahwa segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikacaukan dengan pemikiran metafisis dan akhirnya dipengaruhi hukum positif. Jelasnya, ketiga tahapan perkembangan umat manusia itu tidak saja berlaku bagi suatu bangsa atau suku tertentu, akan tetapi juga individu dan ilmu pengetahuan. Lebih jauh Comte berpendapat bahwa pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat positif apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan kongrit.
  Terdapat kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu pengetahuan tersebut dapat mengungkapkan kebenaran yang positif.Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan. Demikian pandangan Auguste Comte tentang hukum tiga tahapnya, yang pada intinya menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu dan suku bangsa melalui 3 tahap yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah.
    Dalam hal ini Auguste Comte memberikan analog: manusia muda atau suku-suku primitif pada tahap teologis dibutuhkan figur dewa-dewa untuk menerangkan kenyataan.  Meningkat remaja dan mulai dewasa dipakai prinsip-prinsip abstrak dan metafisis.  Pada tahap dewasa dan matang digunakan metode-metode positif dan ilmiah.


0 komentar:



Posting Komentar