Mengenal
ADHD – Gejala, Penyebab, Gejala dan Pengobatannya
A. Apa itu ADHD?
ADHD merupakan singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity
Disorder, yaitu sebuah gangguan pada perkembangan otak yang
menyebabkan penderitanya menjadi hiperaktif, impulsif, serta susah memusatkan
perhatian. Kondisi ini dulunya sikenal dengan ADHD atau Attention Deficit Disorder.
ADHD adalah kondisi yang bisa
terdapat pada anak-anak, remaja bahkan pada orang dewasa. Namun gejalanya
biasanya mulai berkembang pada masa kanak-kanak dan berlanjut hingga dewasa.
Diperkirakan terdapat 3-5 persen anak-anak atau anak usia sekolah yang
mengalami kondisi ini. Tanpa penanganan yang tepat, ADHD dapat menimbulkan
konsekuensi yang serius seperti mal-prestasi (under-achievement), kegagalan di sekolah atau pekerjaan, susah
menjalin hubungan atau interaksi sosial, rasa tidak percaya diri yang parah,
dan juga depresi kronis.
B. GEJALA ADHd
Gejala-gejala ADHD umumnya terlihat sejak usia dini, yaitu sebelum usia enam tahun dan cenderung makin jelas ketika terjadi perubahan pada situasi di sekitar sang anak, misalnya mulai belajar di sekolah. Sebagian besar kasus ADHD terdeteksi pada usia 6-12 tahun dengan gejala yang meliputi:
B. GEJALA ADHd
Gejala-gejala ADHD umumnya terlihat sejak usia dini, yaitu sebelum usia enam tahun dan cenderung makin jelas ketika terjadi perubahan pada situasi di sekitar sang anak, misalnya mulai belajar di sekolah. Sebagian besar kasus ADHD terdeteksi pada usia 6-12 tahun dengan gejala yang meliputi:
1. Sulit berkonsentrasi.
2. Sulit mematuhi instruksi.
3. Cenderung terlihat tidak mendengarkan.
4. Mudah merasa bosan.
5. Tidak bisa diam atau gelisah.
6. Tidak sabar.
7. Sering lupa dan kehilangan barang, misalnya alat
tulis.
8. Kesulitan dalam mengatur.
9. Sering tidak menyelesaikan tugas yang diberikan
dan beralih-alih tugas.
10. Selalu bergerak atau sangat aktif secara fisik.
11. Bertindak tanpa berpikir panjang.
12. Kurang memahami bahaya atau konsekuensi buruk.
13. Sering memotong pembicaraan orang lain.
C. Penyebab ADHD
Penyebab ADHD belum bisa diketahui dengan pasti. Tetapi sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa risiko seseorang untuk menderita kondisi ini dapat
disebabkan oleh kombinasi dari beberapa faktor. Faktor keturunan. Memiliki ibu, ayah, atau
saudara dengan kondisi yang sama atau gangguan mental lain.
1. Kelahiran prematur.
2. Kelainan pada struktur atau fungsi otak.
3. Kerusakan otak yang terjadi dalam kandungan atau
usia dini.
4. Ibu yang menggunakan obat-obatan terlarang,
mengonsumsi minuman keras, serta merokok selama masa kehamilan.
5. Ibu yang terpajan racun dari lingkungan sekitar,
misalnya senyawa bifenil poliklorin(PCB).
6. Pajanan racun dari lingkungan sekitar pada masa
anak-anak, misalnya timah yang terdapat dalam cat.
D. Diagnosis ADHD
Tidak semua anak yang sulit konsentrasi dan hiperaktif
pasti menderita ADHD. Anak-anak yang sehat umumnya sangat aktif dan sering
membuat orang tuanya kewalahan. Remaja juga demikian. Walau terlihat seperti
tidak mendengarkan pembicaraan, berperilaku impulsif, serta perhatian mereka
cenderung mudah teralihkan, mereka belum tentu mengidap ADHD. Oleh sebab itu,
diagnosis ADHD membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Sejumlah pemeriksaan
fisik serta psikologis dari dokter anak dan ahli psikiatri akan dijalani.
Selain keluarga, pihak sekolah khususnya guru juga sebaiknya terlibat dalam
proses ini.
Sedangkan proses diagnosis pada penderita ADHD dewasa
tergolong sulit. Diagnosis ADHD biasanya hanya bisa dipastikan jika penderita
sudah mengalami gejala-gejala ADHD sejak masa kanak-kanak. Dokter dan ahli
psikiatri juga akan melibatkan keluarga (khususnya orang tua), guru, serta
kenalan pasien untuk menanyakan perilaku pasien saat masih anak-anak. Menurut
para ahli, pasien tidak dianggap menderita ADHD jika gejala-gejala tersebut
tidak dialaminya sejak masa kanak-kanak. Meski tidak bisa disembuhkan
sepenuhnya, ada beberapa jenis obat serta terapi untuk ADHD yang dapat dipilih.
Langkah-langkah penanganan ini dilakukan guna meringankan gejala sehingga
penderita dapat menikmati hidup yang normal dan lebih berkualitas. Meski
demikian, tidak ada jalan pintas untuk menangani ADHD. Dibutuhkan komitmen
waktu, emosi, serta finansial untuk menemukan kombinasi metode penanganan ADHD
yang tepat dan cocok untuk Anda atau anak Anda.
Penanganan dengan Obat-obatan
Meski tidak bisa
menyembuhkan, obat-obatan dapat mengurangi gejala-gejala ADHD. Terdapat empat jenis
obat yang biasa digunakan, yaitu methylphenidate,
dexamfetamine, lisdexamfetamine, dan atomoxetine, Methylphenidate,
dexamfetamine, dan lisdexamfetamine termasuk
dalam golongan obat stimulan. Obat-obatan ini akan memicu peningkatan aktivitas
otak, terutama pada bagian yang mengendalikan kemampuan konsentrasi dan
perilaku. Efek obat-obat ini adalah penderita menjadi lebih tenang, kurang
impulsif, dan bisa fokus.
Methylphenidate umumnya digunakan untuk
remaja dan anak-anak di atas enam tahun. Jika pasien tidak cocok dengan obat
ini, dokter akan menggantinya dengan dexamfetamine. Sementara dexamfetamine dianjurkan
untuk anak-anak di atas usia tiga tahun. Jika obat jenis stimulan tidak cocok
untuk pasien, misalnya karena alasan kesehatan tertentu, dokter biasanya akan
memberikan atomoxetine. Obat ini termasuk jenis selective
noradrenaline reuptake inhibitor (SNRI). SNRI akan meningkatkan kadar
senyawa noradrenalin dalam otak sehingga dapat membantu daya konsentrasi dan
mengendalikan impuls. Atomoxetine bisa diresepkan untuk remaja
dan anak-anak di atas enam tahun.Semua obat pasti memiliki efek samping,
termasuk obat-obatan untuk ADHD.
Beberapa
efek samping yang umum terjadi saat menggunakannya adalah sakit kepala, tidak nafsu makan, dan gangguan pencernaan. Tetapi pengguna atomoxetine harus lebih waspada
karena obat ini juga diduga dapat memicu efek samping yang lebih serius, yaitu
memicu keinginan bunuh diri serta kerusakan hati. Pasien yang sudah menjalani
langkah penanganan sebaiknya memeriksakan diri secara rutin ke dokter sampai
gejala-gejala ADHD berkurang secara signifikan. Setelah kondisinya membaik pun,
pasien tetap dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan secara berkala.
Penanganan Melalui Terapi
Penanganan Melalui Terapi
Selain obat, penanganan ADHD dapat dilengkapi dengan terapi.
Metode ini juga berguna untuk menangani gangguan-gangguan lain yang mungkin
menyertai ADHD, misalnya
depresi. Jenis-jenis terapi yang dapat menjadi pilihan meliputi:
§ 1. Terapi perilaku kognitif atau CBT (cognitive
behavioural therapy).
Terapi ini akan membantu penderita ADHD untuk mengubah pola pikir dan perilaku
saat menghadapi masalah atau situasi tertentu.
§ 2. Terapi psikologi.
Penderita ADHD akan diajak untuk berbagi
cerita dalam terapi ini, misalnya kesulitan mereka dalam mengatasi
gejala-gejala ADHD dan mencari cara untuk mengatasi gejala.
§ 3. Pelatihan interaksi sosial.
Jenis terapi ini dapat membantu penderita ADHD
untuk memahami perilaku sosial yang layak dalam situasi tertentu. Orang-orang yang dekat dengan penderita ADHD seperti orang tua,
saudara, serta guru juga membutuhkan pengetahuan serta bantuan agar dapat
membimbing para penderita. Berikut ini beberapa jenis terapi dan pelatihan yang
mungkin dapat berguna.
§ 4. Terapi perilaku.
Dalam terapi ini, orang tua serta perawat
penderita ADHD akan dilatih untuk menyusun strategi guna membantu si penderita
dalam berperilaku sehari-hari dan mengatasi situasi yang sulit. Misalnya dengan
menerapkan sistem pujian untuk menyemangati pasien.
§ 5. Program pelatihan dan pengajaran untuk orang tua.
Selain membantu orang tua untuk lebih memahami
perilaku penderita ADHD, langkah ini juga dapat memberikan gambaran tentang
bimbingan spesifik yang dibutuhkan penderita.
ADHD memang tidak bisa
disembuhkan, tapi diagnosis dan penanganan yang tepat sejak dini dapat membantu
penderita dalam beradaptasi dengan kondisi dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar